SERAT
MAKALAH KIMIA PANGAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Kimia Pangan
FITRIA ROZA ANDITA
112110117
KELAS 1 A
Dosen Pembimbing M. HUSNI THAMRIN S.TP, MP
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI PADANG
JURUSAN GIZI
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Zat non gizi adalah zat selain zat gizi yang ada dalam
bahan makanan, biasanya tidak dapat dicerna dengan jalur metabolisme biasa
dalam tubuh. Yang termasuk zat non gizi adalah serat, pektin, selulosa,
glukotin gum, dll. Vitamin C, vitamin E, beta karoten dan selenium berfungsi
sebagai antioksidan untuk menangkal senyawa radikal bebas. Selain itu, zat non
gizi seperti pigmen (likopen pada tomat, flavonoid, klorofil) dan enzim
(glutation peroksida, koenzim Q-10) juga berkhasiat sebagai antioksidan. Zat non
gizi ini dapat diperoleh dari makanan sehari-hari seperti sayur, buah, tempe,
dll.
Interaksi antara zat gizi yang dikonsumsi bersamaan
dapat membuat penyerapannya tidak optimal. Interaksi antara zat gizi ataupun
dengan zat non gizi bisa berdampak positif, tapi bisa juga berdampak negatif.
Mengkonsumsi suplemen gizi atau non gizi dalam beberapa hal dapat memberi
keuntungan. Misalnya minuman suplemen, selain mengandung gula sebagai sumber
energi, juga mengandung vitamin B yang akan digunakan sebagai pemacu
metabolisme energi. Tapi jika suplemen gizi atau non gizi tersebut mengandung
berbagai zat gizi sekaligus atau kadarnya sangat tinggi, perlu diwaspadai.
Sebab pada proses metabolisme di dalam tubuh akan terjadi interaksi diantara
zat-zat gizi tersebut. Bahkan iebih gawat lagi, beberapa dari zat gizi yang
terdapat
dalam suatu produk pangan dapat berubah menjadi racun. Interaksi dapat terjadi
antara suatu zat gizi dengan yang lain atau dengan zat non gizi. Zat anti gizi
adalah zat yang menghambat penyerapan zat gizi.
Seperti halnya serat sebagai zat non gizi yang di
dalam tubuh tidak dapat dicerna atau dimetabolisme dengan jalur biasa
metabolisme di dalam tubuh. Serat ini banyak terdapat di dalam buah buahan dan
sayur sayuran, dan juga terdapat dalam zat gizi lainnya. Untuk lebih memahami
tentang zat non gizi serat ini, maka perlu di paparkan makalah “Serat”.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI SERAT
Istilah serat makanan (dietary
fiber) harus dibedakan dengan istilah serat kasar (crude fiber)
yang biasa digunakan dalm analisa proksimat bahan pangan. Serat
kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
bahan-bahan kimia yang di-gunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam
sulfat (H2SO4 1.25%) dan natrium hidroksida (NaOH
1.25%). Sedang serat makanan adalah bagian
dari bahan pangan yng tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim
pencernaan. (Piliang dan Djojosoebagio (2002)), mengemukakan bahwa yang
dimaksudkan dengan serat kasar ialah sisa bahan makanan yang telah mengalami proses
pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di
laboratorium. Dengan proses seperti ini dapat merusak beberapa macam
serat yang tidak dapat dicerna oleh manusia dan tidak dapat diketahui komposisi
kinia tiap-tiap bahan yang membentuk dinding sel. Oleh karena itu serat
kasar merendahkn perkiraan jumlah kandungan serat sebesar 80% untuk
hemisellulosa, 50-90% untuk lignin dan 20-50% untuk sellulosa.
Definisi terbaru tentang serat makanan yang disampaikan oleh the American Association of Cereal Chemist
(AACC, 2001) adalah merupakan bagian yang dapat dimakan dari
tanaman atau karbohidrat anaalog yang resisten terhadap pencernaan dan
absorpsi pada usus halus dengan fermentasi lengkap atau partial pada usus
besar. Serat makanan tersebut meliputi pati, polisakharida,
oligosakharida, lignin dan bagian tanaman laainnya.
Beberapa karbohidrat
tidak dapat dihidrolisa oleh enzim-enzim pencernaan pada manusia. Sisa yang tidak dicerna ini dikenal dengan diet serat kasar yang
kemudian melewati saluran pencernaan dan dibuang dalam feses.
Serat
makanan ini terdiri dari dinding sel tanaman yang sebagian besar mengandung 3
macam polisakharida yaitu sellulosa, zat pectin dan
hemisellulosa. Selain itu juga mengandung zat yang bukan karbohidrat
yakni lignin (Piliang dan Djojosoebagio, 2002).
Mutu serat makanan dapat dilihat dari komposisi komponen serat makanan,
dimana komponen serat makanan terdiri
dari komponen yang larut (Soluble
Dietary Fiber, SDF) dan komponen yang tidak larut (Insoluble Dietary Fiber, IDF)
(Harland and Oberleas, 2001). Sekitar sertiga dari serat makanan total (Total Dietary Fiber, TDF) adalah
serat makanan yang larut (SDF), sedangkan kelompok terbesarnya merupakan serat
yang tidak larut (IDF) (Prosky and De Vries, 1992).
Serat yang tidak larut dalam air ada tiga macam yaitu sellulosa, hemisellulosa
dan lignin. Serat tersebut banyak terdapat pada sayuran, buah-buahan dan
kacang-kacangan. Sedang serat yang larut dalam air adalah pectin,
musilase dan gum. Serat ini juga banyak terdapat pada buah-buahan,
sayuran dan sereal sedang gum banyak terdapat pada aksia (http://nusaindah.tripot.com)
Buah dan sayuran terdiri dari berbagai
komponen. Disamping mengandung zat gizi berupa vitamin dan mineral sebagai
komponen utama, buah dan sayuran juga mengandung zat-zat yang tidak termasuk
zat gizi, tetapi sangat bermanfaat dan berkhasiat bagi kesehatan. Zat-zat
tersebut adalah serat makanan, enzim, dan fitonutrien
B.
SERAT MAKANAN
Ada berbagai definisi mengenai serat, diantaranya serat
adalah polisakarida nonpati, yaitu karbohidrat kompleks yang terbentuk dari
gugusan gula sederhana yang bergabung menjadi satu serta tidak dapat dicerna.
Serat makanan juga bisa didefinisikan sebagai sisa yang tertinggal dalam kolon
setelah makanan dicerna atau setelah zat-zat gizi dalam makanan diserap tubuh.
Serat makanan terbagi menjadi dua jenis, yaitu serat yang tidak larut air dan
serat yang larut dalam air.
1.
Serat tidak larut air
Serat yang tidak
larut air umumnya berbentuk selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Serat jenis ini
tidak dapat larut dalam air, tetapi mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan
air. Hal ini menguntungkan bagi tubuh karena dapat mempengaruhi peningkatan
ukuran, berat, dan melunakan feses sehingga mudah dikeluarkan. Di samping itu,
serat juga dapat menghindari terjadinya
konstipasi (sembelit).
Selulosa dan
hemiselulosa merupakan komponen dinding tanaman yang mempunyai peranan dalam
meningkatkan bobot dan ukuran feses, meningkat asam empedu, dan menurunkan
kadar kolesterol.
Lignin merupakan
senyawa pada tanaman yang mempunyai peranan sebagai anti kanker, anti bakteri,
anti jamur, dan anti virus. Lignin diubah oleh mikroflora usus menjadi enterolactone
dan enterodiol, yaitu dua senyawa yang sangat berperan dalam mencegah serangan
kanker, terutama kanker payudara.
2.
Serat larut air
Serat jenis ini
mempunyai kemampuan larut dalam air dan merupakan bagian dari dinding sel
tanaman yang mudah larut dalam air. Selain itu, serat ini juga berperan dalam
mencegah konstipasi. Di dalam lambung dan saluran pencernaan, serat jenis ini
akan membentuk gel sehingga akan membentuk volume yang besar dan cepat membuat
kenyang. Fungsi lain dari serat ini yaitu berperan dalam menurunkan kadar
kolesterol. Jenis-jenis serat yang larut air yaitu mucilage, gum guar dan
pektin.
C. MANFAAT SERAT
Buah dan sayuran banyak mengandung serat, berupa serat larut dan
serat tak larut. Yang termasuk serat larut adalah pektin dan gum, sejenis
“getah” mirip gel. Meski ada juga dalam sayuran, buah-buahan umumnya lebih kaya
pektin dan gum. Serat jenis ini yang membuat pepaya dan labu siam mengeras jika
direndam, khususnya dalam air kapur sirih. Sayuran biasanya lebih kaya serat
tak larut, seperti selulose dan hemiselulose. Jenis serat tak larut lainnya
adalah lignin, banyak tersimpan dalam jaringan sayuran yang sudah mulai menua
dan buah-buahan yang dimakan bersama kulitnya, seperti apel dan jambu biji.
Kalau serat larut berbentuk gel, serat jenis ini fisiknya mirip busa spons.
Serat makanan bukanlah zat gizi, karena tidak tercerna. Namun serat
memberi manfaat khusus bagi kesehatan. Begitu masuk ke dalam sistem pencernaan,
serat larut akan menyerap cairan, khususnya asam empedu. Berkurangnya asam
empedu mendorong tubuh menarik kolesterol dalam darah, untuk diubah menjadi
asam empedu, agar kadarnya normal kembali.
Mekanisme ini membuat kadar kolesterol darah terkendali, sehingga mengurangi
risiko stroke, serangan jantung koroner dan katarak. Selain itu kandungan
pektin dan gum yang melapisi dinding usus akan menghambat penyerapan glukosa
dalam makanan, sehingga kadar gula darah tetap terkendali. Karena itu Food
Combining baik bagi pengidap kencing manis.
Serat tak larut yang banyak tersimpan dalam sayuran mencegah
sembelit, dengan membantu melancarkan pengeluaran kotoran. Karena sampah
makanan segera terbuang, dinding usus tidak sempat menyerap zat racun dalam
sampah makanan. Hal ini mencegah penimbunan zat racun biang kanker; khususnya
kanker usus. Rasa mual yang timbul saat sembelit merupakan pertanda tubuh mulai
menyerap zat racun dalam sampah makanan. Kalau didiamkan, bisa muncul jerawat,
kulit kusam dan bersisik, bau mulut menyengat. Dengan menyantap sayuran yang
mulai menua dan makan buah bersama kulitnya, kandungan ligninnya makin
memperlancar proses pembuangan kotoran.
Rajin makan buah dan sayuran membuat kita kenyang, tanpa memberikan
tambahan energi yang berarti. Tak heran bila pelaku Food Combining yang
kegemukan akan menyusut berat badannya. Sementara yang langsing tidak menjadi
kurus, karena kecukupan kalori Food Combining secara fisiologis memenuhi
kebutuhan normal metabolisme tubuh.
Hasil-hasil penelitian telah
menunjukkan aspek manfaat dari serat makanan baik untuk pemeliharaan kesehatan,
pencegahan penyakit maupun terapi. Pada abad ke-5 SM, seorang penyembuh
asal Yunani, Hipprocrates, menganjurkan bahwa roti sebaiknya dibuat dari tepung
yang tidak dihaluskan. Pada abad ke-19, seorang Amerika bernama Graham, kemudian
menciptakaan jenis makanan yang diberi nama “Graham Creacker”, yang mengandung
dedak.
Peran utama serat dalam makanan
ialah pada kemampuannya mengikat air, sellulosa dan pektin. Dengan adanya
serat, membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk
diekskresikan keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air
rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran
melalui usus untuk dapat diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan peristaltik
usus besar menjadi lebih lamban.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa rendahnya kadar kholesterol dalam darah
ada hubungannya dengan tingginya kandungan serat dalam makanan. Secara
fisiologis, serat makanan yang larut (SDF) lebih efektif dalam mereduksi plasma
kholesterol yaitu low density lipoprotein
(LDL), serta meningkatkan kadar high density
lipoprotein (HDL).
Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi juga dilaporkan dapat
mengurangi bobot badan (Bell, et al., 1990). Serat makanan akan tinggal
dalam saluran pencernaan dalam waktu relatif singkat sehingga absorpsi zat
makanan berkurang. Selain itu makanan yang mengandung serat yang relatif
tinggi akan memberikan rasa kenyang karena komposisi karbohidrat komplex yang
menghentikan nafsu makan sehingga mengakibatkan turunnya konsumsi
makanan. Makanan dengan kandungan serat kasar relatif tinggi biasanya
mengandung kalori rendah, kadar gula dan lemak rendah yang dapat membantu
mengurangi terjadinya obesitas dan penyakit jantung.
D.
GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN SERAT
Pada masa lalu, serat makanan hanya dianggap
sebagai sumber energi yang tidak tersedia (non-available
energi source) dan hanya dikenal mempunyai efek pencahar perut. Namun
berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insiden
timbulnya berbagai macam penyakit diantaranya kanker usus besar, penyakit
kadiovskular dan kegemukkan (obesitas).
Ternyata dari hasil penyelidikan memperlihatkan bahwa serat sangat baik untuk
kesehatan, yaitu membantu mencegah sembelit, mancegah kanker, mencegah sakit
pada usus besar, membantu menurunkan kadar kolesterol, membantu mengontrol
kadar gula dalam darah, mencegah wasir, membantu menurunkan berat badan dan
lain-lain (http://nusaindah.tripot.com).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Zat non gizi adalah zat selain zat gizi yang ada dalam
bahan makanan, biasanya tidak dapat dicerna dengan jalur metabolisme biasa
dalam tubuh. Yang termasuk zat non gizi adalah serat, pektin, selulosa, glukotin gum, dll.
Definisi terbaru tentang serat
makanan yang disampaikan oleh the
American Association of Cereal Chemist (AACC, 2001) adalah
merupakan bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau karbohidrat anaalog yang
resisten terhadap pencernaan dan absorpsi pada usus halus dengan
fermentasi lengkap atau partial pada usus besar. Serat makanan tersebut
meliputi pati, polisakharida, oligosakharida, lignin dan bagian tanaman
laainnya.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa
rendahnya kadar kholesterol dalam darah ada hubungannya dengan tingginya
kandungan serat dalam makanan. Secara fisiologis, serat makanan yang
larut (SDF) lebih efektif dalam mereduksi plasma kholesterol yaitu low density lipoprotein (LDL), serta
meningkatkan kadar high density
lipoprotein (HDL).
Serat yang tidak larut dalam air ada tiga
macam yaitu sellulosa, hemisellulosa dan lignin. Serat tersebut banyak
terdapat pada sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan. Sedang serat yang
larut dalam air adalah pectin, musilase dan gum. Serat ini juga banyak
terdapat pada buah-buahan, sayuran dan sereal sedang gum banyak terdapat pada
aksia
Serat yang tidak larut air umumnya berbentuk
selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Serat jenis ini tidak dapat larut dalam
air, tetapi mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan air.
Serat larut air mempunyai kemampuan larut dalam air dan
merupakan bagian dari dinding sel tanaman yang mudah larut dalam air. Selain
itu, serat ini juga berperan dalam mencegah konstipasi. Di dalam lambung dan
saluran
B. SARAN
Konsumsi Serat, Pencernaan
Sehat dan
sehat
Pola makan dan cara diet yang salah ternyata berisiko
meningkatkan serangan penyakit kanker usus. Terlebih pada Anda yang memasuki
usia 40 tahun ke atas. Ahli nutrisi, Andang Gunawan mengatakan, anjuran menu
empat sehat lima sempurna sangat baik diterapkan dalam pola makan sehari-hari.
Dengan catatan, sayuran menjadi komponen yang "wajib" ada dalam
asupan menu harian.
Caranya, aturlah komposisi menu harian seimbang. Namun, upayakan makanan
pembentuk basa seperti sayuran dan buah mendapat porsi lebih banyak dibanding
bahan makanan pembentuk asam, misalnya nasi dan daging merah.. Pasalnya,
kondisi pencernaan yang buruk dapat menjadi awal pemicu timbulnya kanker usus
besar atau yang dalam bahasa medis disebut kanker kolorektal. Seperti kanker
umumnya, kanker kolorektal juga "misterius". Artinya, penyebabnya
beragam dan mungkin tidak sama antarpasien. Kemunculan penyakit ini adakalanya
dipicu oleh gejala sehari-hari yang dianggap remeh. Misalnya cara diet yang
salah sehingga menyebabkan perubahan kebiasaan buang air besar (BAB) dan
sembelit.
hematologi-onkologi medis dari RSCM Jakarta, Aru sudoyo.
Kanker kolorektal ditandai dengan tumbuhnya sel kanker
ganas di dalam permukaan usus besar atau rektum. Kebanyakan KUB diawali dengan
pertumbuhan sel yang tidak ganas atau disebut adenoma, yang dalam stadium awal
membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Pada stadium awal, polip dapat
diangkat dengan mudah. Sayangnya, pada stadium awal adenoma tidak menampakkan
gejala apa pun sehingga sulit terdeteksi dalam waktu yang cepat. Pada kondisi
tertentu, keberadaan polip ini berpotensi menjadi kanker yang dapat mengenai
semua bagian usus besar.
Bahkan, tidak
hanya area usus, sel kanker yang mengganas juga dapat menyebar (metastase) ke
organ lainnya seperti kelenjar getah bening dan hati. Kalau sudah menyebar ke
"lokasi" lain, jelas hal tersebut sangat membahayakan tubuh Anda.
Untuk mengetahui keberadaan polip atau sel kanker di dalam usus, dokter
biasanya akan melakukan pemeriksaan kolonoskopi dan sampel kotoran (feses).
Jika ditemukan adanya polip atau sel kanker, pilihan modalitas terapi biasanya
disesuaikan dengan stadium, posisi, ukuran, dan penyebaran sel kanker
DAFTAR PUSTAKA
Kartasapoetro, G;
Marsetyo. 2003. Ilmu Gizi: Korelasi Gizi, Kesehatan, dan Produktivitas Kerja.
Cetakan IV. Rineka Cipta. Jakarta.
Khomsan, Ali. 2004. Peranan Pangan dan Gizi
untuk Kualitas Hidup Manusia. Grasindo. Jakarta.
Sediaoetama,
Achmad Jaeni. 2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Cetakan IV. Dian
Rakyat. Jakarta Timur.
Winarno, F.G.
1986. Air untuk Industri Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Winarno, F.G.
2002. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan IX. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wirakusumah, Emma
S. 2004. Buah dan Sayur untuk Terapi. Cetakan X. Penebar Swadaya. Jakarta
www.google.com